Recents in Beach

Biografi HOS Cokroaminoto

Nama lengkapnya Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto lahir di Desa Bukur Madiun, Jawa Timur, 16 Agustus 1882 dan meninggal di Yogyakarta, 17 Desember 1934 pada usia 52 tahun adalah seorang pemimpin organisasi Sarekat Islam (SI) di Indonesia. Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo.
Tjokroaminoto adalah salah satu pelopor pergerakan di indonesia dan sebagai guru para pemimpin-pemimpin besar di Indonesia. Berangkat dari pemikiran ialah yang melahirkan berbagai macam ideologi bangsa Indonesia pada saat itu, rumahnya sempat dijadikan rumah kost para pemimpin besar untuk menimba ilmu padanya, yaitu Semaoen, Alimin, Muso, Soekarno, Kartosuwiryo, bahkan Tan Malaka pernah berguru padanya. Ia adalah orang yang pertama kali menolak untuk tunduk pada Belanda, setelah ia meninggal lahirlah warna-warni pergerakan Indonesia yang dibangun oleh murid-muridnya, yakni kaum sosialis/komunis yang dianut oleh Semaoen, Muso, Alimin, Soekarno yang nasionalis, dan Kartosuwiryo yang agamis merangkap sebagai sekretaris pribadi. 
Namun, ketiga muridnya itu saling berselisih menurut paham masing-masing. Pengaruh kekuatan politik pada saat itu memungkinkan para pemimpin yang sekawanan itu saling berhadap-hadapan hingga terjadi Pemberontakan Madiun 1948 yang dilakukan Partai komunis Indonesia karena memproklamasikan "Republik Soviet Indonesia" yang dipimpin Muso dan dengan terpaksa Presiden Soekarno mengirimkan pasukan elite TNI yakni Divisi Siliwangi yang mengakibatkan "abang" sapaan akrab Soekarno kepada Muso pemimpin Partai komunis pada saat itu tertembak mati 31 Oktober, dan dilanjutkan pemberontakan oleh Negara Islam Indonesia(NII) yang dipimpin oleh Kartosuwiryo dan akhirnya hukuman mati yang dijatuhkan oleh Soekarno kepada kawannya Kartosuwiryo pada 12 September 1962.
Pada bulan Mei 1912, HOS Tjokroaminoto mendirikan organisasi Sarekat Islam yang sebelumnya dikenal Serikat Dagang Islam dan terpilih menjadi ketua. Sebagai pimpinan Sarikat Islam, HOS dikenal dengan kebijakan-kebijakannya yang tegas namun bersahaja. Kemampuannya berdagang menjadikannya seorang guru yang disegani karena mengetahui tatakrama dengan budaya yang beragam. Pergerakan SI yang pada awalnya sebagai bentuk protes atas para pedagang asing yang tergabung sebagai Sarekat Dagang Islam yang oleh HOS dianggap sebagai organisasi yang terlalu mementingkan perdagangan tanpa mengambil daya tawar pada bidang politik. Dan pada akhirnya tahun 1912 SDI berubah menjadi Sarekat Islam.
Seiring perjalanannya, SI digiring menjadi partai politik setelah mendapatkan status Badan Hukum pada 10 September 1912 oleh pemerintah yang saat itu dikontrol oleh Gubernur Jenderal Idenburg. SI kemudian berkembang menjadi parpol dengan keanggotaan yang tidak terbatas pada pedagang dan rakyat Jawa-Madura saja. Kesuksesan SI ini menjadikannya salah satu pelopor partai Islam yang sukses saat itu.
Perpecahan SI menjadi dua kubu karena masuknya infiltrasi komunisme memaksa HOS Cokroaminoto untuk bertindak lebih hati-hati kala itu. Ia bersama rekan-rekannya yang masih percaya bersatu dalam kubu SI Putih berlawanan dengan Semaun yang berhasil membujuk tokoh-tokoh pemuda saat itu seperti Alimin, Tan Malaka, dan Darsono dalam kubu SI Merah. Namun bagaimanapun, kewibaan HOS Cokroaminoto justru dibutuhkan sebagai penengah di antara kedua pecahan SI tersebut, mengingat ia masih dianggap guru oleh Semaun. Singkat cerita jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin lebar saat muncul pernyataan Komintern (Partai Komunis Internasional) yang menentang Pan-Islamisme (apa yang selalu menjadi aliran HOS dan rekan-rekannya). Hal ini mendorong Muhammadiyah pada Kongres Maret 1921 di Yogyakarta untuk mendesak SI agar segera melepas SI merah dan Semaun karena memang sudah berbeda aliran dengan Sarekat Islam. Akhirnya Semaun dan Darsono dikeluarkan dari SI dan kemudian pada 1929 SI diusung sebagai Partai Sarikat Islam Indonesia hingga menjadi peserta pemilu pertama pada 1950.
H.O.S. Cokroaminoto meninggal di Yogyakarta pada 17 Desember 1934 pada usia 52 tahun. Ia dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta, setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin.
HOS Cokroaminoto hingga saat ini akhirnya dikenal sebagai salah satu pahlawan pergenakan nasional yang berbasiskan perdagangan, agama, dan politik nasionalis. Salah satu trilogi darinya yang termasyhur adalah Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Ini menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang pejuang kemerdekaan. Trilogi tersebut akhirnya menjadi embrio pergerakan para tokoh pergerakan nasional yang patriotik dan ia menjadi salah satu tokoh yang berhasil membuktikan besarnya kekuatan politik dan perdagangan Indonesia.
Dari berbagai muridnya yang paling ia sukai adalah Soekarno hingga ia menikahkan Soekarno dengan anaknya yakni Siti Oetari, istri pertama Soekarno. Pesannya kepada Para murid-muridnya ialah "jika kalian ingin menjadi Pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator", perkataan ini membius murid-muridnya hingga membuat Soekarno setiap malam berteriak belajar pidato hingga membuat kawannya yaitu Muso, Alimin, Kartosuwiryo, Darsono, dan yang lainnya terbangun dan tertawa menyaksikannya.

Posting Komentar

0 Komentar