Gambaran Umum Outsourcing
Istilah Outsourcing mulai masuk dalam dunia bisnis sekitar tahun 1980. Outsourcing merujuk pada suatu proses delegasi pelaksanaan sebagian pekerjaan atau proses produksi yang dianggap non core oleh Perusahaan kepada pihak lain. Dalam hal ini, Perusahaan Pengguna Jasa Outsourcing melakukan juga delegasi dalam hal pengambilan keputusan, saling bertukar informasi yang diperlukan, saling berkoordinasi dan yang terpenting mempercayakan pelaksanaan sebagian dari proses produksinya kepada pihak lain. Untuk lebih mudahnya, coba bayangkan seperti ini, Perusahaan A (produsen makanan) menyerahkan proses packing produk makanannya kepada Perusahaan B,dalam hal ini berarti:
1. Perusahaan A telah melakukan delegasi atas sebagian proses produksinya (proses packing) kepada Pihak lain (Perusahaan B).
2. Perusahaan A harus menyampaikan informasi kepada Perusahaan B misalnya tentang ekspektasi atas hasil Packing, batasan waktu penyelesaian proses Packing. Perusahaan B dapat menyampaikan informasi misalnya bahan Packing dengan kualitas lebih baik namun harganya terjangkau, teknik Packing yang lebih efektif dan efisien (berdasarkan keahlian yang dimiliki oleh Perusahaan B). Point 2 ini menunjukkan adanya proses saling bertukar informasi.
3. Walaupun Perusahaan A telah menyampaikan proses Packing yang diharapkan, namun dalam proses pelaksanaannya yang lebih detail, Perusahaan B akan melakukan proses pengambilan keputusan demi terlaksananya pekerjaan tersebut. Misalnya, Proses Packing masih terdiri lagi dari 8 sub proses, masing-masing sub proses ini harus dikerjakan bagaimana, harus mencapai hasil yang bagaimana, sub proses membutuhkan berapa orang, semuanya menjadi keputusan dari Perusahaan B. Point ini tentu menggambarkan adanya delegasi pengambilan keputusan walaupun hanya untuk sebagian proses produksi.
4. Perusahaan A dan Perusahaan B dapat saling berkoordinasi untuk memastikan bahwa proses Packing berjalan dengan lancar dan tepat waktu supaya produk makanan dapat sampai kepada konsumen tepat waktu pula.
5. Dari semua point di atas dapat dilihat bahwa Perusahaan A telah memberikan kepercayaan kepada Perusahaan B untuk pelaksanaan sebagian proses produksinya.
Contoh lainnya adalah seperti ini, Perusahaan C menyerahkan pelaksanaan pekerjaan pengamanan dan kebersihan gedung kepada Perusahaan D. Perusahaan C telah mempunyai:
1. Standar Pengamanan untuk luas wilayah tertentu, sehingga Perusahaan C telah mengetahui berapa orang petugas Satpam (termasuk kualifikasi personil) yang dibutuhkan sampai dengan metode pengamanan yang dipergunakan.
2. Standar Kebersihan untuk luas wilayah tertentu (SOP mengenai aktivitas-aktivitas apa yang harus dilakukan) berikut jumlah Office Boy atau Office Girl yang diperlukan termasuk kualifikasinya.
Dalam konteks ini, Perusahaan C juga menyerahkan pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan D hanya bentuknya adalah Perusahaan C membutuhkan sejumlah tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan tersebut dari Perusahaan D. Terkait dengan hal ini, proses saling bertukar informasi, berkoordinasi dan mempercayakan pelaksanaan pekerjaan juga terjadi dalam bentuk Outsourcing Perusahaan C ke Perusahaan D.
Mengapa Perusahaan Melakukan Outsourcing?
Hal ini menjadi pertanyaan yang mendasar dalam pengambilan keputusan untuk melakukan Outsourcing. Pada awalnya, Perusahaan melakukan Outsourcing dengan tujuan untuk mengurangi biaya produksi. Kemudian, Perusahaan melakukan Outsourcing dengan tujuan meminimalisir resiko yang harus dihadapi terkait dengan masalah ketenagakerjaan. Pada tahapan yang lebih lanjut, Perusahaan melakukan Outsourcing dengan tujuan:
1. Mengatur pengelolaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien.
2. Memfokuskan diri pada core business (bisnis inti) sehingga produk dan jasa yang dihasilkan menjadi lebih berkualitas.
Tahapan ini yang sering disebut sebagai “SMART OUTSOURCING” dimana Perusahaan hanya berfokus pada bisnis intinya dan selalu berusaha meningkatkan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan. Pada akhirnya, kepuasan pelanggan yang menjadi fokus utama dalam hal ini. Proses di luar bisnis inti dipercayakan kepada Pihak lain dengan sebuah kepastian bahwa pihak lain ini mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan ekspektasi, kualitas dan nilai yang diharapkan Perusahaan Pengguna Jasa Outsourcing.
Bagaimana dengan Outsourcing di Indonesia?
Dasar dari pelaksanaan Outsourcing di Indonesia diakomodir dalam produk-produk hukum Pemerintah yang tujuannya memberikan koridor bagi para pihak yang terkait dalam proses Outsourcing. Peraturan yang melandasi praktek Outsourcing di Indonesia meliputi pengaturan mengenai bentuk Outsourcing, jenis pekerjaan yang dapat dialihkan, badan hukum Perusahaan Outsourcing, serta pengelolaan hubungan kerja dan syarat kerja Pekerja Outsourcing dengan Perusahaan Outsourcing yang menaunginya maupun dengan Perusahaan tempat dimana ia bekerja. Sedikit mengupas praktek Outsourcing di Indonesia, terdapat 2 (dua) bentuk Outsourcing di Indonesia yaitu Pemborongan Pekerjaan dan Penyediaan Jasa Tenaga Kerja. Perbedaan dari kedua bentuk ini adalah kalau Pemborongan Pekerjaan yang dialihkan adalah pekerjaan yang sifatnya dapat ditentukan kapan penyelesaiannya. Misalnya Perusahaan A bermaksud membangun gedung kantor baru dan kemudian meminta Perusahaan Pemborong menyelesaikan pekerjaan tersebut. Sedangkan Penyediaan Jasa Tenaga Kerja yang dialihkan adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus dan tidak dapat ditentukan kapan waktu penyelesaiannya. Jadi dalam hal ini yang disediakan adalah sejumlah tenaga kerja yang harus bekerja secara rutin untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Misalnya kebutuhan Office Boy dan Satpam di Perusahaan.
Perusahaan Outsourcing di Indonesia mulai berkembang tahun 2005 dan terus menjamur hingga sekarang ini. Jasa Outsourcing di Indonesia dianggap sebagai peluang bisnis yang “menjanjikan” karena Perusahaan Outsourcing akan mendapatkan fee sehingga banyak pihak yang mendirikan Perusahaan Outsourcing. Tapi tahukah Anda, bahwa jika manajemen pengelolaan tenaga kerja tidak dilaksanakan dengan baik, Perusahaan Outsourcing akan ditinggalkan oleh para kliennya? Faktanya adalah banyak Perusahaan di Indonesia yang melakukan Outsourcing bermaksud untuk mengalihkan resiko ketenagakerjaan kepada pihak lain, namun jika Perusahaan Outsourcing rekanan anda tidak mampu mengelola resiko ini, bukankah resiko itu akan berpaling kepada Anda sebagai pengguna? Perusahaan Outsourcing harus mempunyai value dan kredibilitas yang baik dalam hal memperlakukan para Pekerjanya. Bayangkan kalau Perusahaan Outsourcing tidak memberikan hak kepada Pekerja sesuai dengan regulasi yang berlaku, tidak memperhatikan kesejahteraan Pekerja, bahkan tidak mampu berkomunikasi secara baik dengan para Pekerjanya, bukankah kondisi ini akan menjadi bumerang bagi Perusahaan Pengguna?
Sekarang, mari kita lihat dari sisi Perusahaan Pengguna Outsourcing di Indonesia. Sebelum melakukan Outsourcing, tentunya kita perlu menetapkan latar belakang dan tujuan yang hendak dicapai yang mendorong Perusahaan pada akhirnya memutuskan untuk melakukan Outsourcing. Apapun latar belakang dan tujuannya, Perusahaan tentunya harus memastikan bahwa alternatif Outsourcing yang dipilihnya memberikan nilai tambah bagi Perusahaan. Kalau pada kenyataannya hanya menambah beban, berarti alternatif Outsourcing ini perlu dikaji ulang. Sederhananya seperti ini, kalau tujuan Perusahaan melakukan Outsourcing karena bermaksud mengalihkan resiko (terlepas dari benar atau salahnya tujuan tersebut), namun kenyataannya Perusahaan rekanan Anda lalai dalam pengelolaan tenaga kerja, muncul ketidakpuasan dari Pekerja, lalu mereka melancarkan mogok sehingga mengganggu proses produksi. Kalau tujuan Perusahaan melakukan Outsourcing adalah karena ingin lebih efektif dan efisien maka perusahaan rekanan yang dipilih harus benar-benar mempunyai skill di bidang tersebut sehingga dapat memberikan gebrakan-gebrakan baru dalam proses produksi.
Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah penentuan jenis pekerjaan yang akan dialihkan. Lebih dari sekedar menentukan proses produksi mana yang core atau non core, jauh lebih penting untuk melihat gambaran detail proses produksi serta tentukan di proses produksi mana Pekerja Perusahaan kita akan sangat perform dan di proses produksi mana Perusahaan dapat mencapai efektivitas dan efisiensi jika dialihkan kepada pihak lain.
Selanjutnya, dari sisi Pekerja. Banyak Pekerja menolak praktek Outsourcing dengan alasan tidak jelasnya status hubungan kerja dan tidak terjaminnya hak dan kesejahteraan yang didapat. Jadi, jangan heran kalau Pekerja menolak praktek Outsourcing karena menyadari bahwa pelaksanaannya lebih banyak merugikan mereka. Terkait dengan hal ini, perlu ada jaminan pelaksanaan hubungan kerja dan syarat-syarat kerja yang setidaknya sama dengan regulasi yang berlaku. Untuk dapat mencapai hal ini diperlukan kejelian dan komitmen dari Perusahaan Outsourcing untuk memastikan hal ini (ingat point: kalau Perusahaan Outsourcing tidak dapat mengendalikan resiko, konsekuensi ditinggalkan klien menjadi hal yang sangat mungkin). Jika hubungan kerja dan syarat kerja yang dilaksanakan sesuai dengan regulasi yang berlaku, tentu tidak ada maknanya lagi perbedaan antara mempunyai hubungan kerja langsung dengan Perusahaan Pengguna atau dengan Perusahaan Outsourcing.
Kesimpulan
Untuk menciptakan praktek Outsourcing yang bersifat win-win solution bagi semua pihak yang terlibat, hal-hal di bawah ini dapat dijadikan pedoman:
1. Sah-sah saja kalau Perusahaan mau melakukan Outsourcing asal tujuan (goal) melakukan Outsourcing telah ditentukan. Perhatikan juga pekerjaan yang akan dialihkan (jangan lupakan peraturan yang ada serta detail proses produksi).
2. Setelah itu, kita harus yakin bahwa kita menyerahkan pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada Perusahaan rekanan yang tepat. Dalam hal ini proses seleksi Perusahaan Outsourcing menjadi hal yang sangat penting. Pastikan bahwa Perusahaan Outsourcing memperlakukan para Pekerjanya dengan baik.
0 Komentar
Silahkan berkomentar sesuai dengan judul artikel,
Kritik dan saran sangat membantu saya dalam memeperbaiki blog ini.
Terima kasih atas kunjungan anda...