Sikap berani memilih sesuai dengan minat dan
panggilan jiwa, akan
membuat kita lebih termotivasi untuk bereksplorasi, terus menemukan
jawaban
atas rasa ingin tahu supaya lebih bisa memegang kendali atas hidup ini.
Keberanian itu sendiri sudah membawa konsekuensi logis yakni keberanian
untuk
menjaga komitmen. Berani memilih, berani bertanggung jawab.
Pahit-pahitnya, jika nilainya tidak bagus kita sadar bahwa kita harus
berusaha menjadi lebih baik meski awalnya demi
harga diri.
Konsekuensi dari memilih sesuatu yang bukan pilihan sejati, selain merasa datar-datar saja, kita pun tidak mengeluarkan energi dan motivasi yang optimal (the best we can do). Bahkan tidak jarang kita lebih fokus pada kegiatan non-akademik & non-formal untuk memperkaya dan memperamai CV kita kelak. Sebetulnya tidak ada salahnya untuk aktif dalam kegiatan keorganisasian maupun pertunjukan social. Semua pasti ada ilmu dan pengalaman yang bisa di petik. Namun, alangkah nikmatnya jika kita mengambil kuliah yang sesuai dengan panggilan kita, minat dan rasa ingin tahu kita, ditambah dengan kegiatan kampus dan di luar kampus yang mengaktualisasikan kemampuan serta bakat kita. Jadi bersifat complimentary.
Berbeda jika kita tidak suka dengan pilihan kita, namun karena "wajib" kuliah, dan yang penting cepat selesai dan cepat kerja, maka kita akan berusaha mencari kompensasi atas kehampaan hidup dengan cara mencari wadah yang dianggap bisa menjawab kebutuhan kita dalam menemukan makna diri. Masalahnya, wadah yang ada tidak cukup komprehensif dan kompleks untuk bisa menghadirkan rasa diri yang utuh dan realistik. Contohnya, kegiatan-kegiatan yang ada tidak mungkin cukup untuk membangun rasa bangga atas prestasi dan pencapaian yang diraih oleh kita atau seseorang karena bagaimana pun juga, pada umumnya kegiatan itu bersifat kolektif (teamwork) dan sementara (short term), semua hasil kerja bareng dan tidak semua orang mengerjakan seluruh proses dari a - z. Namun kelak ketika wawancara, dengan bangganya menganggap itu adalah karena jasa atau kehebatan kita.
Demikian pula dengan lulusan baru yang masih ke sana kemari, keluar masuk kerja dan berusaha mencari eksistensi. Kerap kali pengalaman keberhasilan di masa kerja sebelumnya dianggap kredit pribadi sehingga hal itu pula yang menjadi pertimbangan dalam menuntut besarnya kompensasi dan fasilitas. Inilah yang menyebabkan kesenjangan antara CV dengan realita, antara citra yang berusaha di tampilkan dengan kemampuan sejati dan kesiapan pribadi. Mengapa hal ini terjadi ? jawabannya, karena tidak ada akar yang kuat menancap pada kenyataan. Baik itu keahlian, pengalaman, ketrampilan maupun jati diri. Ada pepatah, tong kosong nyaring bunyinya, makin kosong makin nyaring suaranya. Makin kosong diri kita, makin kita berusaha menutupinya dengan hal-hal yang menyilaukan mata.
Semua berawal dari pilihan hidup, apakah yang menjadi motivasi belajar, kuliah, sekolah, apakah hanya karena keharusan dan gaya hidup, ataukah karena mencari sesuatu yang bisa memperkuat fondasi diri. Jika kita mengawali perjalanan hidup kita sendiri dengan mengingkari diri, selanjutnya kita harus terus berjalan dalam kebohongan dan kepalsuan itu. Dalam kepalsuan, tidak ada akar, yang ada hanya ada bayang-bayang ilusi, baik ilusi kesuksesan, ilusi kebahagiaan, ilusi ketenaran, dsb. Apa jadinya jika kita mengajukan "potret diri" yang sebenarnya adalah ilusi. Inilah yang menyumbang terbentuknya keraguan yang selalu berusaha di kompensasi (ditutupi) lewat berbagai cara.
Artikel kali ini sengaja di rancang untuk menjadi bahan refleksi kritis bagi setiap pembacanya, baik itu calon sarjana, calon mahasiswa, calon pelamar kerja. Apakah kita tahu apa yang kita tuju dalam hidup ini dan sudahkah kita berjuang untuk berjalan menuju tujuan kita yang tidak lain adalah panggilan kita, sudahkah kita menentukan apa peran kita di bumi ini. Bagaimana bentuk partisipasi kita untuk mengubah kehidupan orang-orang menjadi semakin hari semakin baik? Pertanyaan-pertanyaan itu yang akan menuntun kita untuk waspada pada pilihan kita, entah memilih untuk mendengarkan panggilan ataupun memilih untuk tidak memilih bahkan memilih pilihan orang lain, semua ada konsekuensinya. Namun, memilih sesuai dengan panggilan hidup dan minat sejati, membuat kita lebih sering dan lebih berani memilih kuliah dan kegiatan yang bermanfaat dan selaras dengan tujuan kita meski menghadapi banyak resiko; dan kelak itu semua menjadi hal yang membedakan antara diri kita dengan orang lain. The courage to be.
Kesadaran ini lah yang harus di bangun sebelum dan selama menuntut ilmu agar masa-masa kuliah maupun internship, tidak berlalu sia-sia sebagai sebuah kewajiban semata atau senang-senang belaka. Masa kuliah, adalah masa krusial tahap lanjut dalam membentuk kepribadian & profesionalisme yang meski tidak tercetak dalam CV, namun terlihat dalam hasil psikotes.
0 Komentar
Silahkan berkomentar sesuai dengan judul artikel,
Kritik dan saran sangat membantu saya dalam memeperbaiki blog ini.
Terima kasih atas kunjungan anda...