Recents in Beach

Legenda Gunung Bromo - Suku Tengger

Saya mengira ada kesamaan cerita antara legenda Gunung Bromo dengan cerita rakyat Candi Prambanan, setidaknya pada bagian awal. Namun, tetap ada perbedaannya, di mana letak perbedaannya? Baca sajalah...*

Dikisahkan zaman dulu hidup pasang muda suami istri di suatu dusun. Sang istri akhirnya hamil dan melahirkan seorang bayi perempuan. Anehnya, bayi perempuan ini sewaktu dilahirkan tidaklah menangis, sehingga kedua orang tuanya memberinya nama: Roro Anteng yang berarti perempuan yang tenang atau diam.

Waktu pun berlalu hingga Roro Anteng tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita. Kecantikannya terkenal di kalangan para jejaka saat itu. Tak terkecuali seorang sakti mandraguna bernama Kiai Bima. Berbekal kebringasannya alias kesaktiannya, Kiai Bima mendatangi Roro Anteng untuk melamarnya disertai ancaman. Lamaran tersebut harus diterima, jika tidak ia akan membuat dusunnya binasa.

Sebenarnya Roro Anteng merasa berat hati menerima lamaran tersebut. Namun, ia terpaksa menerimanya demi menyelamatkan dusunnya. Dan ia memiliki sebuah rencana untuk menggagalkan lamaran tersebut. Ya, Roro Anteng mensyaratkan kepada Kiai Bima jika ingin lamarannya diterima maka harus membuatkan sebuah danau dalam tempo satu malam.

Cerita Rakyat Indonesia: Legenda Gunung Bromo - Suku Tengger
Gunung Bromo.

Karena tak ingin kehilangan Roro Anteng, Kiai Bima menyanggupinya. Berbekal batok kelapa Kiai Bima mulai mengeruk tanah untuk dijadikan danau. Dalam waktu singkat, danau sudah tampak akan selesai. Roro Anteng yang telah bersiasat kemudian meminta orang-orang dusun untuk memukul-mukul alu supaya hari sudah terdengar pagi dan ayam mulai berkokok.

Kiai Bima segera sadar jika dirinya tidak berhasil menyelesaikan tantangan dari Roro Anteng. Ia pun tidak bisa memaksakan lamarannya. Hatinya yang kesal segera membanting batok kelapa yang dipegangnya kemudian meninggalkannya. Bekas batok kelapanya kemudian menjadi Gunung Batok yang terletak di sebelah Gunung Bromo. Sementara, bekas galiannya menjadi Segara Wedi (lautan pasir) yang bisa dilihat sampai saat ini.

Roro Anteng pun akhirnya bertemu Joko Seger dan menikah. Selama bertahun-tahun menikah mereka belum juga dikaruniai seorang anakpun. Akhirnya Joko Seger berdoa kepada sang pencipta jika dikaruniai anak, dia bersedia mengorbankan anaknya itu.

Doa Joko Seger dikabulkan. Roro Anteng dan Joko Seger pun dikaruniai beberapa orang anak. Waktu berlalu sampai-sampai Joko Seger lupa dengan syarat doanya dulu. Waktu tidur, Joko Seger mendapat bisikan untuk memenuhi janjinya.

Joko Seger sebenarnya tidak rela mengorbankan salah satu anaknya. Namun, karena jika tidak dituruti akan terjadi bencana dan lagipula itu adalah janjinya sendiri, maka ia menyampaikannya kepada anak-anaknya. Salah seorang di antara anak-anak Joko Seger dan Roro Anteng pun bersedia untuk dikorbankan.

Hari H pun tiba. Keluarga Joko Seger menuju kawah Gunung Bromo seraya membawa aneka hasil bumi untuk sesaji. Salah seorang anak Joko Seger yang dikorbankan juga telah disiapkan. Bersama sesaji anak tersebut terjun ke kawah Gunung Bromo tersebut.

Setelah janji tersebut dilaksanakan keluarga Joko Seger pun hidup bahagia di sekitaran Gunung Bromo. Keturunan mereka menamai diri Suku Tengger - yang berasal dari nama Roro Anteng dan Joko Seger.

Upacara pengorbanan anak-anak mereka masih bisa kita saksikan sampai sekarang. Di bulan purnama tanggal 14 atau 15 bulan Kasodo (penanggalan Jawa) dilakukan upacara Kasodo, di mana terdapat proses pelemparan sesaji ke kawah Gunung Bromo. Demikian ini merupakan cerita legenda Indonesia tentang Gunung Bromo ini.

Posting Komentar

0 Komentar